Pindah Blog

Posted in Jurnal Harian on November 13, 2008 by tari

Dear All,
Karena satu dan lain hal, start from today, dan seterusnya saya akan pindah ke http://lestariani.blogspot.com

Tari

Freegan

Posted in Jurnal Harian on November 7, 2008 by tari

Pernah dengar istilah di atas? Dijamin belum! Saya bolak-balik lihat kamus Inggris Indonesia, tetapi kata itu tidak ada. Bahkan kamus Webster pun tidak menulis kata ini. Siang ini Oprah mewawancarai 3 orang, dua orang diantaranya adalah pasangan suami istri, mereka disebut freegan yang mengacu kepada sekelompok orang yang hidup sederhana dengan menekan penggunaan barang (termasuk makanan) yang tidak perlu dan berusaha memakai barang dan makanan yang sebenarnya masih digunakan,mengurangi sikap konsumtif dan belajar berbagi dengan orang lain

Wanita pertama yang diwawancara adalah seorang eksekutif yang punya gaji ribuan dollar tetapi suatu hari mengambil keputusan untuk hidup secara sederhana, karena menyadari betapa setiap hari ribuan orang mengkonsumsi begitu banyak dan membuang begitu banyak yang sebenarnya masih bisa di save. Caranya? You wont believe it! Dengan mencari makanan di tempat-tempat sampah. Baca lebih lanjut

Ratapan Bagi Seorang Putra

Posted in Resensi Buku on November 4, 2008 by tari

Apa yang akan anda lakukan ketika sedang berduka? Menulis diary, itulah yang dilakukan oleh Nicholas Wolterstorff, seorang filsuf Kristen Amerika. Lament For A Son (diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul : Ratapan Bagi Seorang Putra), itu judul bukunya. Saya sudah membaca buku ini lebih dari 3kali, ntah mengapa saya sangat suka membaca catatan hariannya ini, mungkin karena Wolterstoff tidak memungkiri dan tidak menutupi, ia sangat jujur mengungkapkan perasaannya ketika dia kehilangan putranya Eric di usia yang begitu belia: 25 tahun, mungkin juga karena pergumulannya dalam kehilangan disertai dengan pergumulan iman akan Kristus yang sudah bangkit, atau mungkin karena kata-katanya penuh dengan perenungan, saya tidak tahu. Yang jelas, this book is one of my favorite.

Dalam partikularitas ada universalitas, dan inilah pertikularitas pengalaman kehilangan seorang Kristen karena kematian seseorang yang dikasihinya yaitu anaknya, suatu pengalaman yang unik dan berbeda, meskipun kehilangan itu sendiri adalah pengalaman universal seluruh manusia. Setiap kematian sama uniknya dengan kehidupan, masing-masing memiliki cirinya sendiri. Letak perbedaan kematian seseorang dengan orang lain, bukan pada intensitas kepedihan yang disebabkan kematian itu, melainkan pada kualitasnya. Baca lebih lanjut

Kemuliaan Tuhan atau Kemuliaan Diri?

Posted in Jurnal Harian on Oktober 28, 2008 by tari

Betapa mudah kita tergoda untuk mencuri kemuliaan yang seharusnya tidak boleh menjadi milik kita! Itu yang beberapa minggu ini secara intens saya rasakan dan amati. Karena terlibat dalam kepanitiaan acara yang cukup besar, dan area tanggungjawab yang dipikul cukup besar, maka besar sekali godaan untuk memunculkan “si aku” kepada orang lain. Mungkin kita berkata, “saya tidak termasuk kategori itu, saya memang benar-benar melayani, lagian saya sudah melayani sekian tahun, dan semua baik-baik saja.” Benarkah? Untuk mengetahui kita kategori mana, saya memberikan beberapa alat cek-nya di bawah ini : Baca lebih lanjut

No return

Posted in Jurnal Harian on Oktober 6, 2008 by tari

Ketika membaca kalimat, “when you leave the world to give yourself to God, there is no return,” memukul cukup keras ketika saya merenung di sepanjang perjalanan pulang dari retret. Saya terus menerus merenungkan, sebenarnya apa sih artinya berkomitmen ikut Tuhan? Selama beberapa hari, perasaan berkecamuk karena salah satu topik yang saya sampaikan adalah tentang bagaimana berkomitmen ikut Tuhan. Sepanjang saya bicara, sembari bicara kepada orang lain, sembari saya bicara kepada diri saya sendiri. Sometimes it is depressing, because it makes you so aware of how far away you are from the ideal you talk about. Ntah mengapa, dulu ketika kompleksitas pikiran tidak terlalu banyak_mungkin juga pengaruh usia yang masih sangat muda_mengikut Tuhan rasanya mudah. Sekarang, jalan itu makin lama makin sulit. Dan secara sederhana, jalan no return itu mulai menakutkan, sulit, penuh dengan penderitaan and very lonely. Makin direnungkan, makin berasa bahwa hati belum sepenuhnya berkomitmen total, still keep lingering on the edge!

Angka 9, 19 dan 29

Posted in Jurnal Harian on September 29, 2008 by tari

Angka 9 adalah angka yang selalu saya inginkan dari dulu. Tiap kali catur wulan atau semester berakhir, rasanya tidak akan pernah puas jika bukan angka itu yang saya dapatkan.
Angka 9 juga mengingatkan saya bahwa Tuhan memberikan kepada sebuah keluarga, anak-anak sebanyak 9 orang, a big family, also a big responsibility.
Mengingat angka 9 ntah mengapa bukannya mengingatkan saya kepada September Ceria-nya si Burung Camar, malah perasaan saya selalu melankolis, dan ingat kepada September Rain-nya Guns and Roses.
Pada usia menjelang 19, saya mengambil sebuah keputusan yang sangat signifikan, memasuki sebuah tempat studi yang saya jalani dengan sukacita dan sekaligus airmata, karena dengan memasuki tempat itu, seluruh arah kehidupan saya berubah. Dan bukan hanya arah, tetapi cara pandang, yang akhirnya mempengaruhi attitude saya dalam menjalani hidup.
Angka 29 selalu mengingatkan saya kepada suatu peristiwa kelahiran, bahwa pernah lahir seorang bayi mungil dari sebuah keluarga yang sangat sederhana di sebuah pulau yang kecil.
Dan angka 29, menghentakkan saya, bahwa 29 tahun yang lalu, a baby was born, now that baby no longer a baby.

What are all those numbers mean? Bukan karena mau menjadi seperti Dan Brown dengan kode-kode dan angka-angkanya, but those numbers gives me a kind of insight today. Baca lebih lanjut

Oh, how vulnerable I am!

Posted in Jurnal Harian on September 25, 2008 by tari

C.S Lewis, sang penulis Chronicles Of Narnia pernah berkata bahwa pergumulan religius yang hebat bukan dialami di atas medan pertempuran yang spektakuler, melainkan di dalam hati manusia setiap hari, ketika setiap pagi kita bangun dan merasakan tekanan-tekanan hari itu yang menyesakkan kita, dan kita harus memutuskan akan menjadi pribadi kekal yang seperti apakah kita.

Kalimat diatas sangat menegur. Angin hopelessness menerpa saya beberapa hari ini, ntah mengapa, mungkin karena relasi dengan Tuhan sedang tidak terlalu baik, mungkin juga karena tanggungjawab di depan banyak dan berat, or maybe I’m at one of my lowest mood in my life at that moment. Atau mungkin karena masalah yang rasanya tidak berhenti datang. I don’t know which one, yang jelas sometimes saya merasa tidak berdaya. Pada puncaknya, I couldn’t work, and started to become morose, angry, hateful, bitter and complaining.

Salah satu hal yang selalu bikin jantung saya berdebar kencang dalam hidup saya adalah ketika sudah berada di depan banyak orang, ketika harus membawakan topik tertentu dan apalagi kalau audiencenya adalah orang-orang yang “sulit.” Dan itu semacam pertempuran dimana semua kemampuan diuji, dan ketenangan menghadapi dan menjalani keadaan itu adalah satu hal yang signifikan. Baca lebih lanjut

Pengalaman Dan Kebenaran

Posted in Jurnal Harian on September 23, 2008 by tari

Beberapa tahun terakhir ini, kekristenan dilanda maraknya kesaksian dan buku-buku orang-orang yang memiliki pengalaman yang extraordinary, misalnya pengalaman ke neraka dan ke sorga, suatu pengalaman yang tidak dialami oleh banyak orang. Buku-buku itu tidak sedikit yang menjadi best seller dan pengalaman-pengalaman tersebut seringkali dianggap dan dijadikan jalan pintas dalam mempelajari kebenaran dan juga dianggap sebagai kebenaran.

Bagaimana seharusnya kita meresponi setiap pengalaman apalagi yang termasuk kategori yang “extraordinary” itu? Mari berpikir kritis, sebenarnya benarkah pengalaman-pengalaman tersebut? Apakah memang bisa seseorang itu pergi ke sorga dan neraka dan kembali lagi ke dunia sekarang ini?

Pengalaman seringkali dianggap sebagai guru yang sangat penting yang mengajarkan kita akan banyak hal, bahkan sering membantu kita melewati kesulitan terhadap penyelidikan intelektual. Pengalaman tentu saja penting dan memperkaya kehidupan rohani kita, tetapi itu bukan hal yang paling penting dalam kehidupan dan agama. Baca lebih lanjut

Condolence

Posted in Jurnal Harian on September 16, 2008 by tari

13/09/08
What could be worse than to lose someone you love?
Kemaren papa teman saya passed away. Shock. kaget. Apakah ada sesuatu yang lebih buruk dari kehilangan seseorang yang begitu kita kasihi? Yang pernah kehilangan orang yang dikasihi pasti akan mengerti dan memahami hal ini. Ketika sedang bicara, saya berusaha untuk mencari kata-kata yang tepat, apa yang harus saya katakan kepadanya? Betapa saya ingin waktu itu berada di sampingnya, memeluknya dan menangis bersamanya, tetapi jarak yang jauh memisahkan.

Ketika kesedihan menghantam begitu keras dan kehilangan melukai kita sangat dalam, kita mungkin bertanya mengapa hal itu terjadi? Apakah untuk mengingatkan kita akan rapuhnya hidup ini? atau untuk menyatakan kemuliaan Allah kah? Sulit untuk menjawab “ya” di saat semuanya tampak begitu kelam. Bahkan segala sesuatu yang mapan terasa rentan dan tak berguna lagi. Rasa kehilangan itu begitu besar… sebesar apakah? Mungkin sebesar rasa sayang yang kita miliki kepadanya. Kita mungkin berpikir masa depan yang indah telah direnggut, kehilangan itu sangat menyakitkan dan mungkin yang ada hanya kekosongan yang mencekam. Baca lebih lanjut

Saya Menemukan Ide atau Ide Yang Menemukan Saya?

Posted in Jurnal Harian on September 8, 2008 by tari

Sudah seminggu lebih saya tidak menulis di blog. Pikiran rasanya buntu, dan tidak tahu harus nulis apa. Bahkan saya sendiri bingung karena tidak bisa menuliskan dan menggambarkan apa yang sedang saya alami dan pikirkan. Tiap kali mulai menulis, stuck! Saya benar-benar tidak punya ide. Mungkin benar ketika ada orang berkata “bila kamu kira bahwa engkau mendapatkan ide, maka engkau salah. Karena ide-lah yang menemukanmu. Bila Archimedes berkata ‘Eureka’ maka semestinya Archimedes berteriak : dia menemukanku.” Apakah memang benar demikian? Apakah sang ide sedang pergi?

Bolak balik saya membaca beberapa buku untuk mencari ide, membaca ulang beberapa buku yang lain, tetapi saya benar-benar buntu. Benar sekali apa yang pernah dikatakan oleh James Sire, “ide-ide itu datang dan pergi.” Kadang-kadang mereka harus ditangkap ketika masih melayang-layang. Tidak jarang ia datang hanya dalam beberapa detik, dan tiba-tiba ia bisa hilang tanpa meninggalkan jejak sama sekali. Kemanakah ide-ide itu pergi?
Baca lebih lanjut

Surat Dari Seorang Kekasih Yang Terluka

Posted in Resensi Buku on Agustus 28, 2008 by tari

Itulah buku skandal pemikiran Injili (The scandal of the evangelical Mind), sebuah surat panjang dari seorang kekasih yang terluka, seorang yang jatuh cinta kepada kehidupan akal budi, tetapi juga telah ditarik kepada iman di dalam Kristus melalui kasih dari orang-orang Protestan Injili. Sebuah surat yang berisi tangisan hati melihat kemunduran dan kegagalan kaum Injili di Amerika dalam mempertahankan kehidupan intelektual yang serius yang ia (Mark A. Noll_penulis dari buku ini) sebut sebagai skandal.

Kehidupan akal budi atau intelektual yang dimaksud di dalam buku ini adalah suatu upaya untuk berpikir sebagai seorang Kristen – berpikir dalam suatu kerangka berpikir Kristen – melintasi seluruh spektrum pembelajaran modern, termasuk ekonomi dan ilmu politik, kritik sastra dan penulisan imajinatif, penyelidikan historis dan studi filsafat linguistic dan sejarah sains, teori sosial dan seni (p.8). Kaum Injili yang dimaksud adalah mereka yang menekankan perlunya kelahiran baru yang supernatural, percaya kepada Alkitab sebagai penyataan dari Allah, mendorong penyebaran Injil melalui misi dan penginjilan pribadi dan menekankan kematian dan kebangkitan Yesus yang menyelamatkan (p.10). Golongan Injili ini yang paling besar dan paling aktif di Amerika, namun saat ini sedang mengalami skandal yang besar. Baca lebih lanjut

Tolong… Saya Bosan!

Posted in Jurnal Harian on Agustus 26, 2008 by tari

Bosan? Iya, itu keadaan yang seringkali dialami oleh orang-orang di zaman modern (or postmodern) ini. Aneh ya, di zaman dimana teknologi begitu maju, hiburan yang tidak terhingga banyaknya, rasa bosan menghinggapi diri begitu banyak manusia. Apa yang kita lakukan ketika kita bosan? Mencari atau melakukan sesuatu yang bisa menghilangkan rasa bosan kita bukan? Namun pernahkah merasa bahwa lama-kelamaan hal yang tadinya untuk menghilangkan rasa bosan kita itu akhirnya membuat kita bosan juga? Dan kemudian kita akan mencari hal-hal yang baru lagi untuk menghilangkan rasa bosan kita, dan setiap hal itu akhirnya juga hanya akan menciptakan kebosanan-kebosanan yang baru. Ah, seperti lingkaran setan jadinya.

Kalau kebosanan menjadi hal yang permanent, maka bisa merasa benar-benar tidak ada yang menarik dalam dunia ini, tidak ada yang memuaskan dan indah untuk dilihat, tidak ada yang menyenangkan untuk didengar, tidak ada yang menarik untuk dilakukan, yang ada hanya bosan, bosan dan bosan. Apa yang salah? Baca lebih lanjut

Melayani Dengan intelek

Posted in Resensi Buku on Agustus 18, 2008 by tari

Mungkin sebagian tidak pernah mendengar apalagi memikirkan kalimat di atas. Bahkan mungkin sebagian memiliki image negatif tentang mereka yang disebut dengan kaum “intelektual.” Tuduhan terberat yang seringkali diberikan adalah sombong dan kadang-kadang menjengkelkan, tidak emosional, tidak cool dan kadang-kadang dingin. Tentu saja tuduhan itu tidak cukup menjadi alasan bagi kita untuk menjadi orang yang anti-intelektual, sebab satu hal yang kita tidak boleh lupa bahwa hukum yang utama yang dicatat di dalam Alkitab adalah Tuhan memanggil kita untuk melayani Dia, salah satunya adalah dengan segenap akal budi kita. Memang rasul Paulus pernah berkata bahwa pengetahuan membuat orang menjadi sombong (1 Kor 1:18), untuk itu intelek itu sendiri harus dilahirkan kembali (p.77).

Dan inilah yang menarik dari buku Kebiasaan Akal Budi (judul asli : Habits of The Mind) yang ditulis oleh James Sire. Ia menjelaskan bagaimana seorang Kristen dipanggil untuk melayani Allah dengan akal budinya. Akal budi yang ia maksudkan disini adalah intelektual. Yang disebut dengan seorang intelektual itu adalah seorang yang menyukai ide-ide, yang berdedikasi untuk menjelaskan ide-ide itu, mengembangkannya, mengkritiknya, membolak-balikkannya, melihat implikasi-implikasinya, menumpuknya, menyusunnya, duduk berdiam diri sementara ide-ide baru bermunculan dan ide-ide lama terlihat menyusun dirinya sendiri, bermain-main dengannya, bergurau dengan terminologinya, menertawakannya, memperhatikan mereka bertubrukan, memungut kepingan-kepingannya, mulai dari awal lagi, menilainya, mencoba tidak menilainya, mengubahnya, membawanya ke dalam kontak dengan padanan-padanannya dalam sistem-sistem pemikiran yang lain, mengundang mereka untuk bersantap dan berpesta, tetapi juga menggunakan mereka untuk melayani di dalam kehidupan biasa (p. 15). Itulah gambaran seorang intelektual, dan orang Kristen dipanggil untuk menjalankan panggilan tersebut. Namun intelektual Kristen jatuh cinta kepada kebenaran, intelektual lainnya hanya jatuh cinta kepada ide-ide. Baca lebih lanjut

Kekristenan atau Foodoo Atau Mistisisme?

Posted in Jurnal Harian on Agustus 8, 2008 by tari

Sudah beberapa bulan ini saya kost, dan ada banyak pengalaman yang saya rasa worthied saya ceritakan. Penghuni kost berasal dari background yang berbeda dan kepercayaan kita juga berbeda-beda. Suasana kost mengalami perubahan yang signifikan ketika seorang anak baru datang dan mungkin karena anak yang baru ini orangnya lovable, cantik, ex-model dulu di daerahnya, semua penghuni kost “sepertinya” sayang ke dia. Ekspresi sayang ini bentuknya macam-macam, ada yang tiap hari ketok kamarnya menanyakan sudah makan atau belum, ada yang sangat rajin datang ke kamarnya, ada yang dengan berani marah-marah kalau menurut si orang itu dia melakukan sesuatu yang tidak benar, ada yang katanya dengan setia mendoakannya, dll dll. Belakangan juga ada yang mulai berani meminjam barang-barang pribadi miliknya seperti parfum, sandal, dan sudah ada yang nanya-nanya soal sepatu dan baju-bajunya. Aneh kan?

Suatu hari, si Cantik_sebut saja namanya itu_di ajak untuk ke salah satu gereja oleh salah seorang teman kost. Awalnya dia mau, karena dia ingin mengetahui dan melihat, namun lama kelamaan, dia “dipaksa” untuk ikut dengan beberapa kegiatan yang dilakukan di gereja itu : selain acara youth, acara doa yang kalau tidak salah ada beberapa kali dalam seminggu, bahkan sudah dua minggu ini ada acara persekutuan di kost. Jujur saja, dengan acara persekutuan ini saya merasa terganggu, walaupun saya sendiri adalah Kristen, tetapi setiap kali mereka persekutuan, mereka selalu berteriak-teriak dengan suara yang kencang, sekali-kali menyebut nama “Yesus” dan katanya sedang berbahasa roh. Kadang-kadang ketika mereka semua melakukan “ritual” itu ada perasaan takut di dalam hati saya, mungkin karena pengaruh suara-suara yang tidak jelas, dan hanya kata “Yesus” saja yang sekali-kali terdengar, sekali-kali ada yang meraung-raung, dan semuanya tidak beraturan. Saya merasakan ini ketika mereka persekutuan yang kedua, karena saat itu saya ada di kost. Saat itu saya membayangkan adegan Elia dan nabi-nabi Baal yang sedang berteriak dan menari, memukul diri memanggil Baal mereka. Baca lebih lanjut

One Thing I know, That I Know Nothing

Posted in Jurnal Harian on Agustus 4, 2008 by tari

03/08/08
Apakah kita bisa mengetahui segala sesuatu? Kelihatannya tidak. Pengetahuan manusia itu terbatas. Itu teorinya, tapi anehnya saya sering merasa bahwa saya sudah tahu banyak hal, tetapi kadang-kadang juga menjadi begitu kecil hati ketika sedang belajar, sadar betapa banyak hal yang saya tidak tahu. Mungkin inilah yang namanya paradoks. Tidak heran orang sekaliber Socrates pernah berkata, “one thing I know that I know nothing.” Thomas Aquinas juga mengatakan, “tidak ada satu pun filsuf yang mampu mengetahui secara utuh hakikat dari se-ekor lalat sekalipun.” Atau adakah yang mengetahuinya dengan sempurna?

Pengenalan akan natur dari pengetahuan ini, akan semakin membuat kita sadar betapa kita tidak tahu apa-apa, dan karena tidak tahu apa-apa, maka harus banyak belajar. Prolog di dalam kitab Amsal menjelaskan kepada kita betapa pentingnya seorang yang belajar memiliki humility, menjadi a learning person. Seorang pelajar sejati adalah seorang yang mengetahui bahwa dalam kenyataannya hanya sedikit yang diketahuinya. Itulah sebabnya ia selalu berusaha untuk meraih pengetahuan yang sejati, dan merasa gelisah karena hanya sedikit sekali yang diketahuinya. Sikap seperti ini sangat berbeda dengan banyak orang yang membual tentang pengetahuan mereka mengenai segala sesuatu yang tidak mereka ketahui. Orang seperti itu tergambarkan melalui percakapan antara Socrates dengan seorang murid di bawah ini dan bagaimana seharusnya kita terus menerus menanyakan, memeriksa jawaban, bertanya dan belajar. Baca lebih lanjut